Gerbong Khusus Laki-laki: Sexisme atau Kesetaraan Gender?


Sekitar satu bulan yang lalu, saya dan pacar saya naik krl menuju JIE EXPO, Kemayoran, untuk datang ke C3 AFA (Anime Festival Asia), sebuah event pop culture Jepang. Di tengah perjalanan, kami ngobrol tentang gerbong perempuan yang isinya jauh lebih ‘ganas’ daripada gerbong campur. Kami juga ngobrol tentang kasus baru-baru ini, di mana ada dua perempuan yang berantem gara-gara rebutan tempat duduk di gerbong perempuan[1]. Lalu di tengah pembicaraan kami, pacar saya tiba-tiba bilang “harusnya cowok tuh juga punya gerbong sendiri. Emangnya cewek doang yang butuh gerbong khusus?”

Well, pacar saya bukanlah orang pertama yang bilang hal itu. Di internet, saya sudah melihat banyak komen-komen para netizen laki-laki yang bilang bahwa seharusnya laki-laki juga disediakan gerbong khusus di dalam krl. Namun, ketika laki-laki menulis itu di internet, yang terjadi adalah tanggapan negatif dari netizen (umumnya perempuan) yang bilang bahwa si laki-laki tersebut sexist.
Sexist? Benarkah? Itu yang dipikiran saya saat membaca komen-komen itu.

Sebelum kita bisa menentukan apakah pemikiran laki-laki yang ingin punya gerbong khusus itu termasuk sexism atau ngga, mungkin lebih baik kita mencari tahu dulu pengertian sexist dan sexism. Kebanyakan orang-orang menganggap bahwa sexism adalah bentuk diskriminasi laki-laki terhadap perempuan, atau suatu paham bahwa laki-laki lebih eksklusif daripada perempuan. Padahal, berdasarkan UNICEF, sexism adalah sebuah bentuk diskriminasi yang muncul atas dasar perbedaan gender[2]. Paham seksisme muncul dari adanya stereotype-stereotype tentang peran gender, dan memiliki anggapan bahwa gender tertentu lebih baik daripada gender lainnya[3]. Sedangkan sexist adalah julukan untuk tindakan-tindakan yang mendiskriminasikan suatu gender. Jadi sexism tidak hanya membicarakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan, tapi laki-laki juga bisa jadi korban sexism. Pernah dengar istilah ‘laki-laki tidak boleh nangis’? Ya, itu adalah salah satu bentuk seksime terhadap laki-laki dalam bentuk perkataan. Laki-laki juga sering menjadi korban kekerasan fisik maupun seksual, dan yang menyedihkan, polisi dan pemerintah cenderung tidak memperhatikan, karena adanya pikiran bahwa ‘laki-laki tidak mungkin jadi korban, perempuan lah yang selalu menjadi korban’[4].

Kembali lagi ke awal. Apakah keinginan laki-laki terkait adanya ‘gerbong pria’ itu suatu tindakan sexist? Menurut saya tidak. Menurut saya, hal itu adalah bentuk tuntutan kesetaraan hak agar memiliki hak yang sama dengan perempuan. Karena kenyataannya, saat ini perempuan lebih banyak mendapat hak dibandingkan laki-laki. Contohnya, ya di dalam suasana krl. Saat perempuan masuk ke gerbong campur, adalah suatu rejeki ketika seorang pria memberi kursinya. Tapi ketika tidak ada yang memberi kursi, seringkali si perempuan marah-marah atau parahnya lagi, menuduh para lelaki di situ tidak sopan. Bukankah, mereka sudah menerima didiskriminasi PT KAI, tak disediakan gerbong khusus laki-laki?  Sementara perempuan, ketika sudah duduk di gerbong laki-laki, cenderung tidak mau memberikan kursinya kepada laki-laki yang membutuhkan (orang tua, difabel, dsb), dengan berkata bahwa 'saya perempuan, saya lemah'. Ingat ga postingan di instagram yang bercerita soal hal ini? . Secara tidak langsung, sebenarnya itu adalah bentuk sexism terhadap laki-laki loh.  

Di sini saya bukannya lebih memihak laki-laki daripada perempuan loh. Saya di sini juga seseorang yang mendukung feminisime. Cuma mau ajak berpikir, sepertinya feminisme saat ini sudah terlalu membelok, dan bukannya menuntut kesetaraan gender, malah meminta agar perempuan dieksklusifkan. Kalau begini terus, nanti akhir-akhirnya perempuan malah cenderung mendominasi daripada laki-laki. Lebih parah lagi, kalau begini terus, posisi laki-laki akan menjadi sama seperti posisi perempuan pada zaman dulu, terpinggirkan, terabaikan, termarginalisasi. Kan jadi jauh dari tujuan utama kesetaraan gender.

Ya, mungkin kita, sebagai perempuan,atau sebagai masyarakat umum, harus memperbaiki mind set kita tentang perempuan harus lebih dilindungi daripada laki-laki dan harus memilki hak yang spesial. Mungkin sekarang kita harus memiliki mind set bahwa perempuan dan laki memiliki hak yang sama, sehingga kita tidak hanya menuntut emansipasi dalam hak, tetapi juga kewajiban. Karena saat seorang perempuan meminta hak emansipasi seperti laki-laki, saat itulah ada kewajiban lain yang melekat padanya.

P.S: Kalau ada orang PT. KAI ngeliat tulisan ini, mungkin bisa menggunakan tulisan saya sebagai pertimbangan untuk membuat gerbong khusus laki-laki? Hahahaha




[1] TEMPO.2017.’ Video Wanita Berkelahi di Kereta Jadi Viral, Begini Suasana KRL‘. Available from https://metro.tempo.co/read/news/2017/05/17/083875955/video-wanita-berkelahi-di-kereta-jadi-viral-begini-suasana-krl  [11 September 2017]
[2] UNICEF.(n.d).’It’s About Us : Gender and Sexism’. Available from http://www.unicef.ie/wp-content/themes/iboot-child/micro-sites/itsaboutus/cards/unicef-itsaboutus-gender-sexism.pdf  [11 September 2017]
[3] Doob, Christopher B. 2013. Social Inequality and Social Stratification in US Society. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc.
[4] THE REAL SEXIM.(n.d).’government Sponsored Sexism’. Available from http://www.realsexism.com/  [12 September 2017]

Media Sosial sebagai Pedang Bermata Dua dalam Kasus Bunuh Diri


Pada 25 Juli 2017, masyarakat, terutama netizen (masyarakat yang aktif di dunia maya), dikejutkan dengan video dua orang perempuan yang melompat dari lantai 6 di sebuah apartemen di Bandung. Video ini sangat viral pada hari itu, karena di dalam video itu ditampilkan secara terang-terangan bagaimana proses dari perempuan itu berdiri di pinggir, hingga akhirnya perempuan tersebut jatuh ke tanah dan tewas. Di dalam video tersebut juga ditampilkan reaksi masyarakat yang melihat dan berteriak karena kejadian tersebut. Setelah diidentifikasi, polisi menyatakan bahwa dua orang perempuan yang tewas tersebut adalah kakak beradik berinisial EP (34) dan ESP (28), dan berdasarkan penjelasan anggota keluarga korban, kedua perempuan itu memang sudah mengalami depresi berkepanjangan[1].
cuplikan video bunuh diri dua orang perempun kakak beradik di Bandung 25 Juli yang lalu

Pada bulan maret 2017 lalu, kita juga dikejutkan dengan video Live di Facebook yang menampilkan seorang pria yang berusaha gantung diri. Di dalam videonya, pria berinisial PI (35) ini menceritakan keluh kesahnya, dan bagaimana hatinya hancur saat ditinggalkan istri yang sangat dia cintai. Karena ditinggal istri, dia jadi putus asa dan memutuskan untuk melakukan gantung diri secara live di Facebook[2].  
PI, gantung diri secara live di facebook, setelah sebelumnya dia curhat tentang kesedihannya ditinggal isteri

Bulan April lalu, masyarakat Georgia, Amerika Serikat, digegerkan dengan kasus seorang anak remaja berinisial MH (13). MH bunuh diri dengan cara menembak kepalanya dengan pistol, dan menampilkan tindakannya secara live di Instagram. Ibunya yang bernama Shaniqua Stephens mengatakan jika sebelum peristiwa mengerikan tersebut berlangsung, putranya membuang sampah ke dapur. Tak lama kemudian dia masuk ke dalam kamarnya dan Shaniqua mendengar suara tembakan. Kedua orangtuanya tidak tahu kenapa MH memutuskan untuk bunuh diri[3].
MH (13), menembak kepalanya sendiri dan live melalui instagram
EP, ESP, MH, dan PI adalah sebagian kecil dari masyarakat yang terekspos secara besar-besaran karena kasus bunuh diri yang mereka lakukan. Mereka juga sebagian kecil dari masyarakat dunia maya yang kasusnya cukup viral di media sosial. Beberapa tahun belakangan, bunuh diri memang menjadi salah satu aksi yang paling banyak digunakan masyarakat dalam menghadapi kondisinya. Bahkan menurut WHO, pada tahun 2020, sekitar 1,53 juta orang akan meninggal karena bunuh diri[4]. Fenomena bunuh diri ini semakin tinggi dengan adanya media sosial. Simon J Howard dan Wendy Surtees, dalam jurnal mereka yang meninjau tentang kasus bunuh diri di media sosial di Tyneside Selatan, Inggris, menyatakan bahwa kebanyakan korban bunuh diri di media sosial adalah masyarakat berusia di bawah 45 tahun, dan memiliki masalah kejiwaan dan umumnya adalah pegawai kantoran[5].

Saya tidak membicarakan mengapa seseorang bunuh diri, apa faktor penyebab secara eksternal maupun internal. Sesuai dengan judul dari tulisan ini. Saya lebih membicarakan bagaimana fenomena bunuh diri di media sosial memberikan dampak pada masyarakat, baik negatif maupun positif.

Media sosial, sebagai tempat berinteraksi terbesar di dunia maya, dapat menjadi pedang bermata dua di dalam fenomena bunuh diri. Dengan kata lain, adanya fenomena bunuh diri di media sosial menjadi hal yang sangat buruk, namun bisa juga menjadi hal yang sangat positif.

Dari segi yang buruk, media sosial dapat ‘mempermudah’ seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Ketika seseorang bunuh diri di media sosial, maka dengan cepat tindakannya akan tersebar ke seluruh penjuru internet. Tindakan ini biasa disebut sebagai behavioural contagion. 

Behavioural contagion atau ‘perilaku menular’, adalah suatu interaksi sosial, di mana tindakan seseorang dijadikan panutan oleh orang lain, karena tindakannya diekspos oleh media massa. Tindakan ini dapat bersifat baik, maupun buruk[6]. Berkaitan dengan behavioural contagion, orang yang berniat bunuh diri pada akhirnya juga ikut meniru proses kematian yang dipilih orang sebelumnya. Kondisi ini sangat berdampak bagi mereka yang rentan, terutama kelompok yang berusia di bawah 25 tahun[7]. Jika hal ini dibiarkan, maka akan dapat membahayakan saudara-saudara kita yang masih tergolong remaja dan masihmencari jatidirinya.

Meski begitu, sebenarnya kasus ini bermanfaat juga bagi netizen. Bagi sebagian besar masyarakat, mereka akan menyadari bahwa bunuh diri dan keinginan untuk bunuh diri bukanlah isapan jempol belaka. Masyarakat akan mulai aware dengan kondisi sekitarnya, terutama ketika di sekitarnya ada seseorang yang memiliki ciri-ciri sudah putus asa dan berniat bunuh diri. Munculnya komunitas-komunitas yang berusaha mencegah terjadinya bunuh diri seperti ‘Into the Light’ adalah salah satu hasil dari menyebarnya kasus bunuh diri di media sosial.

Terlepas dari baik atau tidaknya efek media sosial dalam bunuh diri, sejatinya bunuh diri adalah hal yang sangat buruk. Kepekaan dan kepedulian terhadap masyarakat perlu ditingkatkan lebih lagi terhadap orang-orang di sekitar kita. Karena kepedulian dari satu orang saja, akan memberi pengaruh bagi pilihan mereka J

Salam,

Shirleyuri
           





[1] Putra Prima Perdana.2017.’ 2 Wanita yang Bunuh Diri Melompat dari Apartemen Gateway Kakak Beradik’. Available from http://regional.kompas.com/read/2017/07/24/20144341/2-wanita-yang-bunuh-diri-melompat-dari-apartemen-gateway-kakak-beradik  [30 July 2017]
[2] Kanavino Ahmad Rizqo.2017.’ Ini Curhat Lengkap Pria yang Gantung Diri Sambil Live di Facebook’. Available from https://news.detik.com/berita/d-3450002/ini-curhat-lengkap-pria-yang-gantung-diri-sambil-live-di-facebook  [30 July 2017]
[3] Yulia Yulee.2017. ‘Siarkan Bunuh Diri di Instagram Live, Remaja Ini Gegerkan Medsos’. Available from http://citizen6.liputan6.com/read/2920845/siarkan-bunuh-diri-di-instagram-live-remaja-ini-gegerkan-medsos  [31 July 2017]
[4] Yari Gvion, Alan Apter. ‘Suicide and Suicidal Behavior’.  Public Health Reviews Vol. 34, No. 2; Rennes, July 1, 2012. page 2
[5] Simon J Howard and Wendy Surtees. ‘A case series review of suicides associated with social media use in South Tyneside, England’. Journal of the Royal Society of Medicine Open;0(0) 1–2DOI: 10.1177/2054270415619322. page 2
[6] Stephenson, G. M., & Fielding, G. T. (1971). An experimental study of the contagion of leaving behavior in small gatherings. Journal of Social Psychology, 84(1), 81-91.
[7] Cox, Georgina R.; Robinson, Jo; Williamson, Michelle; Lockley, Anne; Cheung, Yee Tak Derek; Pirkis, Jane (2012-01-01). "Suicide Clusters in Young People". Crisis33 (4): 208–214. ISSN 0227-5910doi:10.1027/0227-5910/a000144.

Privasi Identitas di dalam Broadcasting Messages

         
     Kemarin (24 July 2017), di Group LINE yang berisi teman-teman kampus saya, salah seorang teman saya membroadcast berita tentang angkot yang meledak di daerah Pluit, Jakarta Utara, dan merenggut nyawa si sopir. Di dalam broadcast itu, tertulis kronologis seperti waktu kejadian, tempat, bagaimana kejadian sebelum hingga sesudah ledakan, dan juga video dan foto ledakan angkot tersebut. Bahkan, dalam broadcastnya, dipaparkan juga nama, alamat, dan nomor telepon saksi dari kejadian tersebut. Teman saya menjelaskan bahwa berita tersebut dia dapat dari broadcast grup daerah rumahnya (dia tidak menjelaskan apakah dia dapat dari WhatsApp, BlackBerry Messenger, LINE, atau media sosial lain).

contoh postingan broadcast yang . Di dalamnya dijelaskan tempat/ tanggal lahir (pink), agama (orange), pekeerjaan (biru), alama dan no. hp (hitam)

                Sejujurnya, saya tidak nyaman dengan broadcast teman saya tersebut. Bukan, bukan karena foto atau video yang berbau darah dan menyeramkan. Kalau hal itu sih saya tidak masalah. Bukan juga karena takut itu hoax atau bukan. Karena saya telah mencari kebenaran beritanya, dan untungnya berita tersebut benar, dan diposting oleh salah satu media yang legal (http://news.metrotvnews.com/peristiwa/GNl6mDPk-sopir-dan-angkot-terbakar-di-pluit). Hal yang membuat saya risih dari broadcast tersebut adalah dipaparkannya data diri saksi secara gamblang, tanpa adanya sensor sedikitpun. Bayangkan saja, sudah namanya disebar, tanggal lahir, pekerjaan, alamat, dan nomor teleponnya pun ikut disebar. Menurut saya, hal ini tidak usah dilakukan. Bahkan sebenarnya tidak boleh dilakukan. Ada beberapa alasan kenapa data diri saksi tidak boleh disebarkan sembarangan.

1.       Mengganggu Privasi Seseorang

Ini saya bermain dengan logika ya, jadi mohon maaf kalau terkesan common sense. Jadi begini, ketika ada seseorang yang disebutkan dalam suatu berita orang-orang akan penasaran dengan nama yang disebutkan di dalam berita tersebut. Entah mereka akan googling, atau mencari nama di media-media sosial. Nah, dengan adanya ‘kemudahan’ berupa alamat dan nomor telepon, bukan tidak mungkin orang lain akan menelepon atau mendatangi tempat tinggal dia secara tiba-tiba. Dia akan terganggu dengan telepon yang tiba-tiba muncul saat dia sedang sibuk, atau kedatangan tamu yang tidak diundang saat dia sedang menikmati waktu bersama keluarga. Masih mending kalau kedatangan atau telepon orang itu untuk menanyakan soal kasus kecelakaan itu, kalau seandainya cuma telepon iseng? Atau telepon terror? Atau lebih buruknya lagi, kalau rumahnya ternyata dijadikan sasaran untuk mencuri? Gimana?

2.       Melanggar UU

Dalam hal ini, Undang-Undang yang dilanggar adalah Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika republik Indonesia nomor 20 Tahun 2016 tentang perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik. Di dalam pasal 26, dikatakan bahwa setiap orang berhak atas kerahasiaan identitas pribadinya. Selain itu, Pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga menyebutkan bahwa:
1)    Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
2)    Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini
                Jadi, dari peraturan ini, dapat dipahami bahwa sebenarnya penyebaran identitas secara sembarangan seperti broadcast teman saya itu adalah suatu pelanggaran Undang-Undang ITE. Dimana orang yang identitasnya disebar berhak untuk melapor atau menuntut, terutama apabila penyebaran identitas tersebut merugikan dia.

3.       Melanggar HAM

                 Well, sebenarnya Hak atas Privasi tidak disebutkan secara langsung di dalam UUD 1945, tapi dalam Pasal 28G ayat (1) UUD RI 1945 sebagai berikut:
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan  hak asasi”.
Pasal 28 G ini berkaitan dengan Article 12 UDHR (Universal Declaration of Human Rights) Dalam terjemahan tersebut, kata “privacy” diterjemahkan sebagai “urusan pribadi/masalah pribadi” sebagaimana yang tertera dalam Pasal 28G UUD RI 1945 sebagai berikut:

Article 12 UDHR :

                 “No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks”.

Terjemahan dalam Putusan MK:

           “Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya, atau hubungan surat-menyuratnya, dengan sewenang-wenang, juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan-gangguan atau pelanggaran seperti ini”.

          Nah, hal ini berkaitan dengan poin 1 tadi, adanya penyebaran identitas seseorang secara sembarangan melalui media sosial, akan mengganggu privasi seseorang. Ketika privasi seseorang terganggu, maka secara hukum, hak asasinya pun telah dilanggar. Dia berhak menuntut hak privasinya, jika dia memang merasa terganggu.

                Jadi, buat orang-orang yang suka menyebar broadcast berupa berita dan sebagainya. Saya mohon, baca dulu, dan jangan sampai identitas orang lain, terutama alamat dan nomor telepon, tersebar begitu saja. Terlepas dari apakah alamat dan nomor telepon itu palsu atau tidak, setidaknya kita sudah menjauhi orang dari pelanggaran privasi, meskipun kita tidak kenal orang itu (atau bahkan orang itu fiktif).

                Yuk, kita hormati privasi orang.

Moral Responsibility in Punishment


            
           Dalam penghukuman, ada dua pandangan, yaitu backward looking dan forward looking. Pendukung  forward looking melihat bahwa seseorang mendapat hukuman agar di masa depan dia mendapat makna bagi individu dan masyarakat. Sedangkan backward looking melihat bahwa seseorang dihukum karena dia telah berbuat salah di masa lalu.
            Dalam backward looking, hanya digunakan satu teori, yaitu teori retributif atau just desert theory. Teori positif retributif adalah salah satu notasi dari sistem penghukuman. Pelaku yang melakukan kejahatan, harus dihukum. Orang yang tidak melakukan kejahatan tidak boleh tidak dihukum, begitu juga pelaku tidak boleh dihukum lebih berat daripada tindakan kejahatan yang dia perbuat[1]. Menurut Immanuel Kant, penghukuman dilakukan murni karena seseoarang melakukan kejahatan. Pelaku harus membayar kejahatan mereka; jika tidak, maka yang terjadi adalah sebuah ketidakadilan. Selanjutnya, hukuman harus seuai dengan tindak kejahatannya[2]. Ketika kamu menyiksa orang, kamu harus menyiksa dirimu sendiri, ketika kamu mencuri, maka kamu harus mencuri barangmu sendiri sebagai bentuk penghukuman. Sebagai contoh, ketika seseorang  melakukan pencurian, maka dia harus dihukum sesuai dengan apa yang dia lakukan. Seorang pencuri kambing tidak mungkin mendapat penghukuman yang sama dengan orang yang melakukan korupsi di dalam pemerintahan. Penghukuman dalam teori desert tidak harus selalu dalam bentuk kematian, yang terutama dalam hal ini adalah kesetaraan antara tindakan yang dia lakukan dengan hukum yang dia terima[3].
            Ada dua variasi teori retributif, yaitu retributif positif dan retributif negatif.[4] Retributif positif memandang bahwa penghukuman terhadap seorang pelaku kejahatan adalah suatu hal yang baik untuk dilakukan. Mereka memandang bahwa penhukuman memang harus ada untuk menjaga keadilan di dalam masyarakat. Karena itu mereka pada dasarnya mendukung ketika pemerintah memberikan penghukuman kepada pelaku kejahatan karena menurut pendukung retributif positif, pelaku-pelaku tersebut memang pantas mendapatkannya. Sedangkan retributif negatif merupakan kebalikan daripada retributif positif. Mereka hanya  melihat kendala dari penghukuman yang dilakukan, menurut mereka, tidak ada alasan positif dalam melakukan penghukuman. Di sisi lain, karena pendukung retributif negatif tidak menyebutkan alasan keadilan yang positif dalam penghukuman, sebagian menganggap bahwa orang retributif negatif bukanlah pendukug retributif.
            Tujuan dari adanya desert theory adalah menjaga martabat manusia melalui penghukuman. Hal ini menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki cara berpikir yang bebas (freewill), dan mampu membuat pilihan moral untuk melakukan atau tidak melakukan hal yang dilarang secara normatif. Retributif dilakukan dalam rangka menghargai martabat manusia dan sebagai bentuk respon atas tindakan yang dilakukan orang tersebut [5]. Para pendukung teori retributif menganggap bahwa penghukuman merupakan sebuah kewajiban moral. Menurut mereka, hukum keadilan perlu dilakukan dengan indikasi bahwa penghukuman tersebut akan mereformasi dan mengajarkan pelaku kejahatan alasan moral yang membuat dia dituntut secara hukum[6]. Dengan dilakukannya penghukuman, diharapkan mereka menjadi jera dan tidak akan melakukan kejahatan yang sama. Adalah sebuah kesalahan ketika seseorang melakukan kejahatan, namun tidak dihukum, atau dihukum, tetapi tidak sepadan dengan perbuatan yang dia lakukan. Karena tindakan tersebut tidak akan mengajarkan pendidikan moral kepada pelaku dan masyarakat, justru pelaku akan terus melakukan tindakan mereka secara terus-menerus dan akan menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat.

Sumber :
Carlsmith, K.M. 2001, WHY DO WE PUNISH? RETRIBUTION, DETERRENCE, AND   INCAPACITATION AS MOTIVES FOR PUNISHMENT, Michigan: Bell & Howell       Information and Learning Company, St.Cloud State            University : Thomas Wadworth
Lipkin, R.J. 1988, The Moral Good Theory of Punishment, Widener University Delaware Law      School
Starkweather, D.A. 1992, The Retributive Theory of "Just Desserts" and Victim Participation        in Plea Bargaining,Indiana Law Journal: Vol.67: Iss 3,Article 9
White, J.E,2009, Contemporary Moral Problems, hal.210
Internet Encyclopedia of Philosophy,n.d, The Moral Permissibility of Punishment, available          from             http://www.iep.utm.edu/m-p-puni/#H4 [21 Februari 2016]
Stanford Encyclopedia of Philosophy 2001, Legal Punishment, available from             http://plato.stanford.edu/entries/legal-punishment/#PosRetMeaDes [ 21 Februari 2016]






[1] Stanford Encyclopedia of Philosophy 2001, Legal Punishment, available from http://plato.stanford.edu/entries/legal-punishment/#PosRetMeaDes [ 21 Februari 2016]
[2] White, J.E,2009, Contemporary Moral Problems, hal.210
[3] Carlsmith, K.M. 2001, WHY DO WE PUNISH? RETRIBUTION, DETERRENCE, AND INCAPACITATION AS MOTIVES FOR PUNISHMENT, Michigan: Bell & Howell Information and Learning Company, St.Cloud State University : Thomas Wadworth, hal.10
[4] Internet Encyclopedia of Philosophy,n.d, The Moral Permissibility of Punishment, available from http://www.iep.utm.edu/m-p-puni/#H4 [21 Februari 2016]
[5] Starkweather, D.A. 1992, The Retributive Theory of "Just Desserts" and Victim Participation in Plea Bargaining, Indiana Law Journal: Vol.67: Iss 3,Article 9,hal.4
[6] Lipkin, R.J. 1988, The Moral Good Theory of Punishment, Widener University Delaware Law Scho, hal.14

Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif


Penelitian kuantitatif dan kualitatif merupakan salah satu bentuk metode penelitian sosial. Masing-masing memiliki persamaan dan perbedaan yang signifikan di antara keduanya, baik dari segi filosofis, jenis data, tujuan, pendekatan penelitain, dan lainnya.

    Perbedaan antara Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
1.      Filosofis
          Metode penelitian kuantitatif sering digunakan dari paradigma ontologis dan bersifat positivis, sedangkan metodologi kualtitatif menggunaan paradigma ontologis dan bersifat non positvis.
2.      Jenis Data
Berdasarkan jenis data, kuantitatif memiliki data yang bersifat numerik dan deskriptif terkait dengan pandangan, pendapat, atau sikap dari suatu populasi (Crescwell,2014;201) dengan responden sebagai istilah dari sumber data peneliti. Sedangkan penelitian kualitatif bersifat non numerik dan bersifat interpretif (Crescwel,2014;237) dari informan, yaitu istilah untuk sumber data penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sering menggunakan kata-kata yang tidak bersifat numerik, seperti cantik, tampan, lucu, responsif,dan lain sebagainya.
3.      Tujuan
          Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk mengembangkan teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena sosial yang terjadi.). Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menguji suatu teori dari fenomena yang ada, atau mendeskripsikan banyak hal, baik itu dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial.
4.      Pendekatan Penelitian
Kuantitatif menggunakan pendekatan deduktif dan bersifat teori-sentris, di mana penelitian kuantitatif menjadikan teori sebagai pusat dari penelitiannya dan berpusat pada hasil dari penelitian. Teori sangat penting bagi penelitian kuantitatif, karena teori menjadi dasar dari terbentuknya hipotesis yang menghasilkan variabel-variabel yang memiliki hubungan dengan subjek penelitian (Yeboah,2009;39).
          Penelitian Kualitatif menggunakan pendekatan induktif dan melihat bahwa informan adalah pusat dari penelitian, sehingga penelitian ini bersifat data-sentris. Hal ini membuat peneliti lebih mengutamakan proses pengumpulan data dibandingkan menentukan teori yang sesuai dengan fenomena tertentu.
5.      Analisis Data
Analisis penelitian kuantitatif pada dasarnya menggunakan teknik statistik dengan data numerik yang berjumlah sangat banyak, sedangkan penelitian kualitatif menggunakan data yang jauh lebih sedikit, dan menggunakan beberapa teknik seperti hermeneutic (pemaknaan suatu teks) dan semiotik (pemaknaan kata dan simbol dalam suatu bahasa)(Stocker;Marsh,2010;281-282). Analisis penelitian kualitatif berkaitan dengan grounded theory, yaitu suatu pendekatan yang menjembatani jarak antara penelitian empiris yang masih baru dengan teori yang belum diketahui (Noak;Wincup,2004;118)
6.      Instrumen Penelitian
          Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menggunakan dasar satistik, karena itu, pada umumnya instrumen yang digunakan dalam penelitian kuantitatif adalah survey dan observasi. Penelitian kualitatif hanya memiliki satu instrumen, yaitu peneliti itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif, peneliti harus terjun langsung untuk mengumpulkan data yang dia inginkan.
7.      Hubungan Antar Variabel
Dalam penelitian kualitatif, hubungan antar variabel di dalam suatu fenomena sosial adalah hubungan timbal balik atau reaksi, sedangkan variabel penelitian kuantitatif  memiliki hubungan sebab akibat antara variabel satu dengan variabel lainnya.

 Persamaan antara Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
            Disamping perbedaan, penelitian kuantitatif juga memiliki persamaan. Secara umum, penelitian kuantitatif dan kualitatif memiliki persamaan sebagai berikut :
1.    Merupakan sebuah metode yang digunakan dalam penelitian untuk memecahkan suatu masalah sosial
2.    Memiliki obyek dan subyek penelitian
3.    Menerapkan metode pengumpulan data yang sistematis dan terbuka dan dapati nilai olah orang lain
4.    Mempunyai kesimpulan dari masing-masing analisis penelitian
5.    Menggunakan prosedur agar terhindar dari kesalahan analisis dan pengambilan kesimpulan

2.      Contoh Penelitian Kuantitatif


Youthful Suicide and Social Support

Exploring the Social Dynamics of Suicide-Related Behavior and Attitudes Within a National Sample of US Adolescents

Source:  L. Thomas Winfree, jr, Shanhe Jiang Youth Violence and Juvenile Justice  Vol 8, Issue 1, pp. 19 - 37 First published date: October-08-2009
Latar Belakang :
Penelitian ini didasari     bahwa elemen struktural di dalam komunitas masyarakat yang disebut sebagai dukungan sosial, menghasilkan potensi bagi para remaja untuk melakukan tindakan bunuh diri sejak akhir abad 18. Penelitian ini dilakukan untuk mencari cara pencegahan terjadinya bunuh diri di kalangan masyarakat, terutama remaja.
Hipotesis :
             Hipotesis dari penelitian ini adalah ‘terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dan tingkat bunuh diri pada remaja’
Metode Penelitian:
             Penelitian ini menggunakan survey longitudinal dengan menggunakan anak-anak berusia 11-18 tahun sebagai responden. Penelitian ini berlangsung selama 2 gelombang, dimana gelombang pertama dilangsungkan pada desember 1994-desember 1995, dan gelombang kedua dilakukan pada April 1996-agustus 1996. Penelitian ini menggunakan tingkat dukungan sosial masyarakat seperti kasih sayang orang tua, hubungan dengan teman-teman, hubungan dengan guru, dll sebagai variabel independen, dan variabel dependen dari penelitian ini adalah gagasan untuk bunuh diri serta usaha untuk melakukan bunuh diri.
Analisis:
             teknik analisis dari penelitian ini adalah analisis multi-variat. Hal ini dilakukan karena penelitian ini memiliki lebih dari satu variabel dependen.
Kesimpulan:
             Beradasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwan terdapat hubungan antara tingkat dukungan sosial dengan usaha untuk melakukan bunuh diri oleh remaja. Secara representatif sampel secara nasional ini memiliki pengaruh terkait tingkat usaha remaja dalam melakukan bunuh diri. Meskipun para ahli menyatakan bahwa dukungan sosial tingkat individu dan kelompok mempengaruhi fenomena ini, namun penelitian ini belum dilakukan dengan menggunakan analisis multlevel. Peneliti menyatakan bahwa perlu dilakukan analisis multi-level. Hal ini karenna menuru peneliti, analisis tersebut memiliki pengaruh yang mencolok pada tingkat gagasan dan usaha bunuh diri oleh remaja.

Daftar Pustaka:
Buku
Creswell,John W.2014.Research Design : Quantitative, Qualitative, and Mixed Method Approaches Fourth Edition.SAGE Publications
Marsh,David,Stocker,Gerry.2010.Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung :Nusamedia
Noaks, Lesley  Wincup, Emma.2004.Criminological Research.SAGE Publications
Yeboah,David.2009.Research Methodologies in Criminology.Nova Science Publishers, Inc.
Jurnal

Jiang, Shanhe, Winfree jr, L. Thomas. Youth Violence and Juvenile Justice  Vol 8, Issue 1, pp. 19 - 37 First published date: October-08-2009

Gangnam District, Hunian Modern Baru di Pusat Bekasi

Siapa yang tidak tahu kota Bekasi? Kota yang terletak di Jawa Barat dan berdiri kurang lebih 19 tahun ini merupakan salah satu kota yang terkenal di Indonesia. Kota yang merupakan bagian dari Jabodetabek ini belakangan dikenal karena munculnya meme atau gambar-gambar terkait dengan kota Bekasi. Sebagian besar meme tersebut bercerita tentang betapa jauh dan panasnya kota Bekasi, sampai-sampai banyak orang yang membuat lelucon dengan kota Bekasi, seperti kalimat 'Kalau ke Bekasi, mesti naik roket dulu', 'Bekasi tidak ada di peta Indonesia', atau 'Kalau mau ke Bekasi naik mobil, waktunya lama banget. Gitu sampe di sana pasti kita udah tua., dan berbagai macam ledekan lainnya.

Duh, kayaknya sedih banget ya kondisi bekasi saat kita dengar berbagai macam ejekan seperti itu, padahal kota Bekasi sebenarnya super keren loh. Teman-teman sebenarnya tahu ga sih? Kota Bekasi saat ini merupakan salah satu kota yang memiliki banyak Mall yang super kece selain di Jakarta? Katakan saja Mega Bekasi Hypermall, Revo Town, Mall Metropolitan, Bekasi Cyber Park, Grand Metropolitan, Grand Galaxy Park Mall, dan masih banyak lagi yang mungkin tidak saya tahu. Selain Mall yang cukup banyak, kota Bekasi juga memiliki perumahan dan apartemen modern yang mulai merajai tanah di kota Bekasi. Nah, baru-baru ini, telah muncul salah satu hunian modern baru berbentuk kumpulan apartemen yang keren dan menarik nih di Bekasi. Namanya adalah Apartemen Gangnam District.


Ya, teman-teman ga salah baca kok. Namanya memang Gangnam District. Mungkin bagi sebagian teman-teman, terutama yang anak-anak K-popers, pasti mengetahui bahwa Gangnam merupakan salah satu kota besar yang terkenal dan berkelas di Korea Selatan. Tapi percayalah, Gangnam District yang aku jelaskan ini terletak di kota Bekasi.

Jadi, Gangnam District merupakan salah satu Apartemen terbaru di Bekasi, apartemen dengan slogan 'Bekasi Dream Landmark' ini memiliki konsep smart living atau menggunakan konsep gaya hidup yang modern dan bersahabat dengan teknologi. Salah satunya adalah disediakannya monitor di setiap apartemen yang berfungsi untuk mengecek tamu yang ada di depan pintu, jadi teman-teman ga perlu lagi tuh yang namanya mengintip di lobang pintu seperti di film-film lawas hehe. Selain itu, Apartemen Gangnam District juga memiliki fasilitas lain yang ga kalah keren. Mulai dari tempat fitness, kolam renang, tempat untuk pesta Barbeque, Waterpark, kolam Jacuzzi, restoran, taman umum, ampitheatre (teater outdoor), dan rencananya akan dibangun mall yang bersatu dengan apartemen, yaitu Pollux Mall. Berdasarkan website resminya nih, Mall ini rencananya akan dibangun berbeda dengan mall sebelumnya, karena mall ini katanya terinspirasi dari mall-mall yang berada di kota Gangnam, Korea Selatan, keren banget!


Wah, kayaknya istilah Bekasi sebagai 'kota dari planet lain' bakal hilang nih karena Apartemen Gangnam District ini hehehe. Rencananya, Apartemen ini akan dibangun sebanyak 18 tower dengan dua unit kamar yang bisa kita pilih, yaitu studio (1 bedroom) dan apartemen dengan 2 bedroom. Harganya juga berkisar mulai dari Rp.286 juta loh. Menarik kan? Apalagi buat teman-teman yang lagi cari tempat tinggal baru atau mau beli untuk investasi. Ingin tahu tentang Gangnam District lebih lanjut? Yuk cari tahu info lebih lanjut melalui contact person di bawah ini :

Telpon : (021) 80671207
Whatsapp : 085219751976
Email : info@gangnamdistrict.com

Atau bisa juga teman-teman lihat di http://gangnamdistrict.com/

Ya, sekian postingan saya pada hari ini. Sampai jumpa di postingan berikutnya ya :)

How Amazing Japan : Kekaguman Budaya Hanami


HIS Amazing Sakura - Blogger Competition

Selamat pagi teman-teman :) cuaca lagi hujan, dingin, bikin malas keluar rumah, dan tiba-tiba kepikiran buat membuat postingan soal Jepang nih hehehe. Tahu ga sih? Aku tuh dari dulu seneng dan kagum banget sama Jepang. Negeri matahari ini merupakan salah satu negara yang ingin aku datangin sejak kecil, dan mungkin teman-teman juga ada yang ingin banget jalan-jalan ke sana.

Hm, bicara soal Jepang, yang kita bayangkan adalah Gunung Fuji yang menjulang tinggi, atau Sushi dan ramen yang rasanya menggugah selera, atau budaya pop Jepang yang berupa idol girl dan anime, transportasi super cepat yang dinamakan shinkanshen, dan masih banyak lagi yang menjadi ciri khas dari Jepang.  Selain hal-hal di atas, Jepang juga memiliki festival budaya yang sangat menarik untuk disaksikan oleh para wisatawan. Nah, karena sekarang di Jepang sedang musim semi, aku mau membahas salah satu festival yang paling kusuka di Jepang saat musim semi, yaitu Hanami.

  Apa sih Hanami itu? Yah, secara umum, Hanami itu salah satu festival yang muncul setiap musim semi, tepatnya saat bunga sakura sedang berwarna pink dan mulai bermekaran. Pada waktu tersebut, biasanya penduduk atau para wisatawan yang sedang liburan di Jepang, akan berkumpul dan menonton keindahan bunga Sakura yang sedang mekar-mekarnya, dan kadang-kadang kelopaknya akan terbang karena tertiup angin, yang tentu saja akan menambah keindahan festival hanami itu sendiri. Tapi bukan hanya berdiri menonton lalu pulang loh. Mereka juga makan bersama sambil menggelar tikar yang sudah dibawa dari rumah, dan juga meminum matcha atau teh hijau khas Jepang. Yah, bisa dibilang kegiatannya itu adalah piknik sambil melihat keindahan bunga sakura.

Festival hanami sudah ada sejak zaman dahulu. Ada beberapa cerita terkait dengan munculnya festival Hanami. Konon, festival ini awalnya merupakan kegiatan yang hanya dilakukan oleh para bangsawan. Pada musim semi, mereka biasanya berkumpul dan makan bersama di bawah pohon sakura yang sedang bermekaran. Namun, budaya ini pun dilakukan juga oleh kaum samurai. Seiring berjalannya waktu, hanami pun akhirnya dilakukan oleh masyarakat biasa, sehingga akhirnya menjadi suatu budaya yang dilakukan oleh semua orang di Jepang. Ada pula yang berkata bahwa festival hanami merupakan salah satu resapan dari ajaran agama Buddha. Dalam ajaran tersebut disebutkan bahwa salah satu cara yang digunakan para petani untuk memprediksi hasil panen dan menetapkan waktu menebar benih adalah dengan cara  melihat bagaimana bunga sakura mekar. Ada pula yang berkata bahwa festival hanami merupakan salah satu budaya yang diresap dari negeri Bambu Alias China. Entah mana yang benar, yang pasti saat ini festival tersebut sudah menjadi salah satu festival favoritku di Jepang.

Hanami memang salah satu penarik perhatianku, dan membuatku sangat ingin untuk ikut Wisata ke Jepang nih. Tapi, ada beberapa kendala yang membuat banyak orang (termasuk) jadi agak takut ke sana. Mulai dari sulitnya mendapat pesawat dan penginapan yang harganya pas di kantong, sampai biaya makan di sana yang bikin menangis, sehingga banyak yang mundur duluan dan beralih untuk travel ke tempat lain yang menurutnya lebih murah. Tapi aku rasa teman-teman sudah ga usah khawatir soal begituan. Soalnya baru-baru ini aku nemu HAnavi.

Apa sih HAnavi itu? Jadi HAnavi itu adalah paket tour Jepang yang merupakan bagian dari His Travel, di mana mereka menawarkan paket ke Jepang yang murah, hemat, dan memiliki pilihan detinasi wisata Jepang yang banyaak banget. Bayangkan saja, misalnya kamu mau traveling dari Tokyo ke Okinawa, umumnya kalau mau ke sana tuh mesti naik kereta selama 3 jam. Tapi kalau pak HAnavi, cuma 1 jam! Efisien banget kan? Harganya juga ga mahal-mahal banget, mulai dari 2.6 juta permalam untuk ke beberapa tempat wisata. Cocok lah ya buat yang mau backpackeran, apalagi yang masih mahasiswa kayak aku hehehe. Duh, jadi pengen deh ambil Paket Tour Jepang menikmati keindahan Jepang pake HAnavi. Teman-teman ikut jugs yuk, kita wisata ke Jepang dengan HAnavi, dan nikmati How Amazing Japan bersama HAnavi. Jangan lupa cek link HAnavi atau link His Travel di www.his-travel.co.id untuk info lebih lanjut mengenai Japan Air Pass ;) #HISAmazingSakura

Efektivitas Nostalgia dalam Lagu-Lagu Masa Kini

Beberapa tahun lalu, tepatnya di tahun 2017, sebuah lagu berjudul ‘Plastic Love’ diunggah di Youtube. ‘ Plastic Love ’ yang dinyanyikan o...