Gerbong Khusus Laki-laki: Sexisme atau Kesetaraan Gender?


Sekitar satu bulan yang lalu, saya dan pacar saya naik krl menuju JIE EXPO, Kemayoran, untuk datang ke C3 AFA (Anime Festival Asia), sebuah event pop culture Jepang. Di tengah perjalanan, kami ngobrol tentang gerbong perempuan yang isinya jauh lebih ‘ganas’ daripada gerbong campur. Kami juga ngobrol tentang kasus baru-baru ini, di mana ada dua perempuan yang berantem gara-gara rebutan tempat duduk di gerbong perempuan[1]. Lalu di tengah pembicaraan kami, pacar saya tiba-tiba bilang “harusnya cowok tuh juga punya gerbong sendiri. Emangnya cewek doang yang butuh gerbong khusus?”

Well, pacar saya bukanlah orang pertama yang bilang hal itu. Di internet, saya sudah melihat banyak komen-komen para netizen laki-laki yang bilang bahwa seharusnya laki-laki juga disediakan gerbong khusus di dalam krl. Namun, ketika laki-laki menulis itu di internet, yang terjadi adalah tanggapan negatif dari netizen (umumnya perempuan) yang bilang bahwa si laki-laki tersebut sexist.
Sexist? Benarkah? Itu yang dipikiran saya saat membaca komen-komen itu.

Sebelum kita bisa menentukan apakah pemikiran laki-laki yang ingin punya gerbong khusus itu termasuk sexism atau ngga, mungkin lebih baik kita mencari tahu dulu pengertian sexist dan sexism. Kebanyakan orang-orang menganggap bahwa sexism adalah bentuk diskriminasi laki-laki terhadap perempuan, atau suatu paham bahwa laki-laki lebih eksklusif daripada perempuan. Padahal, berdasarkan UNICEF, sexism adalah sebuah bentuk diskriminasi yang muncul atas dasar perbedaan gender[2]. Paham seksisme muncul dari adanya stereotype-stereotype tentang peran gender, dan memiliki anggapan bahwa gender tertentu lebih baik daripada gender lainnya[3]. Sedangkan sexist adalah julukan untuk tindakan-tindakan yang mendiskriminasikan suatu gender. Jadi sexism tidak hanya membicarakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan, tapi laki-laki juga bisa jadi korban sexism. Pernah dengar istilah ‘laki-laki tidak boleh nangis’? Ya, itu adalah salah satu bentuk seksime terhadap laki-laki dalam bentuk perkataan. Laki-laki juga sering menjadi korban kekerasan fisik maupun seksual, dan yang menyedihkan, polisi dan pemerintah cenderung tidak memperhatikan, karena adanya pikiran bahwa ‘laki-laki tidak mungkin jadi korban, perempuan lah yang selalu menjadi korban’[4].

Kembali lagi ke awal. Apakah keinginan laki-laki terkait adanya ‘gerbong pria’ itu suatu tindakan sexist? Menurut saya tidak. Menurut saya, hal itu adalah bentuk tuntutan kesetaraan hak agar memiliki hak yang sama dengan perempuan. Karena kenyataannya, saat ini perempuan lebih banyak mendapat hak dibandingkan laki-laki. Contohnya, ya di dalam suasana krl. Saat perempuan masuk ke gerbong campur, adalah suatu rejeki ketika seorang pria memberi kursinya. Tapi ketika tidak ada yang memberi kursi, seringkali si perempuan marah-marah atau parahnya lagi, menuduh para lelaki di situ tidak sopan. Bukankah, mereka sudah menerima didiskriminasi PT KAI, tak disediakan gerbong khusus laki-laki?  Sementara perempuan, ketika sudah duduk di gerbong laki-laki, cenderung tidak mau memberikan kursinya kepada laki-laki yang membutuhkan (orang tua, difabel, dsb), dengan berkata bahwa 'saya perempuan, saya lemah'. Ingat ga postingan di instagram yang bercerita soal hal ini? . Secara tidak langsung, sebenarnya itu adalah bentuk sexism terhadap laki-laki loh.  

Di sini saya bukannya lebih memihak laki-laki daripada perempuan loh. Saya di sini juga seseorang yang mendukung feminisime. Cuma mau ajak berpikir, sepertinya feminisme saat ini sudah terlalu membelok, dan bukannya menuntut kesetaraan gender, malah meminta agar perempuan dieksklusifkan. Kalau begini terus, nanti akhir-akhirnya perempuan malah cenderung mendominasi daripada laki-laki. Lebih parah lagi, kalau begini terus, posisi laki-laki akan menjadi sama seperti posisi perempuan pada zaman dulu, terpinggirkan, terabaikan, termarginalisasi. Kan jadi jauh dari tujuan utama kesetaraan gender.

Ya, mungkin kita, sebagai perempuan,atau sebagai masyarakat umum, harus memperbaiki mind set kita tentang perempuan harus lebih dilindungi daripada laki-laki dan harus memilki hak yang spesial. Mungkin sekarang kita harus memiliki mind set bahwa perempuan dan laki memiliki hak yang sama, sehingga kita tidak hanya menuntut emansipasi dalam hak, tetapi juga kewajiban. Karena saat seorang perempuan meminta hak emansipasi seperti laki-laki, saat itulah ada kewajiban lain yang melekat padanya.

P.S: Kalau ada orang PT. KAI ngeliat tulisan ini, mungkin bisa menggunakan tulisan saya sebagai pertimbangan untuk membuat gerbong khusus laki-laki? Hahahaha




[1] TEMPO.2017.’ Video Wanita Berkelahi di Kereta Jadi Viral, Begini Suasana KRL‘. Available from https://metro.tempo.co/read/news/2017/05/17/083875955/video-wanita-berkelahi-di-kereta-jadi-viral-begini-suasana-krl  [11 September 2017]
[2] UNICEF.(n.d).’It’s About Us : Gender and Sexism’. Available from http://www.unicef.ie/wp-content/themes/iboot-child/micro-sites/itsaboutus/cards/unicef-itsaboutus-gender-sexism.pdf  [11 September 2017]
[3] Doob, Christopher B. 2013. Social Inequality and Social Stratification in US Society. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc.
[4] THE REAL SEXIM.(n.d).’government Sponsored Sexism’. Available from http://www.realsexism.com/  [12 September 2017]

Efektivitas Nostalgia dalam Lagu-Lagu Masa Kini

Beberapa tahun lalu, tepatnya di tahun 2017, sebuah lagu berjudul ‘Plastic Love’ diunggah di Youtube. ‘ Plastic Love ’ yang dinyanyikan o...